Entri yang Diunggulkan

Cara Alami Agar Pria Kuat Tahan Lama Dengan Madu Kuat 6x Tahan Lama

 Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kita dapat menyaksikan wacana ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa te...

Senin, 13 Februari 2017

Pemimpin Beda Agama

 Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kita dapat menyaksikan wacana ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh umat.

Apa maksud ungkapan bahwa “masyarakat tergantung agama penguasanya”? Bolehkan seorang muslim mengikuti—karena alasan toleransi—kegiatan agama lain, dengan dasar “segala perbuatan tergantung niat”? Dan bolehkah memilih pemimpin yang tidak seagama dengan kita?

Kalau saya tidak keliru, masyarakat tergantung agama penguasanya adalah terjemahan dari ungkapan “Bapak Sosiologi” Ibnu Khaldun. Dalam bahasa aslinya berbunyi “an-Nasu ‘ala dini Mulukihim”. Hemat saya, kata din disini tidak berarti agama dalam pengertian yang umum. Ungkapan ini bermaksud menggambarkan betapa seorang penguasa dapat mewarnai masyarakatnya, dan betapa dia ikut bertanggung jawab membina mereka. Kalau dia baik masyarakatnya akan baik, demikian pula sebaliknya. Ungkapan ini dapat dibuktikan kebenarannya, secara sederhana, dengan melihat situasi satu kelompok. Jika pemimpinnya shalat, atau menghadiri satu upacara, pegawai-pegawainya pun akan segan untuk tidak hadir. Demikian juga sebaliknya. Ini karena pemimpin atau yang berkuasa sering disegani atau diteladani. Budaya barat yang melanda masyarakat dunia, juga dapat menjadi bukti kebenaran ungkapan itu. Bukankah orang cenderung berpihak dan mengikuti yang kuat dan menang?

Ungkapan tersebut tidak berkaitan dengan toleransi beragama. Kegiatan agama yang bersifat ritual dari seorang pemimpin—tidak boleh diikuti oleh pengikutnya. Akan tetapi, ini bukan berarti kegiatan sosial yang direstui agama agama masing-masing tidak dapat diikuti. Bukankah al-Quran memerintahkan kita untuk bekerjasama dalam kebaikan? Memilih pemimpin yang tidak muslim tidak terlarang, selama membawa manfaat untuk semua. Penunjuk jalan yang memimpin Nabi saw. Ketika berhijrah ke Madinah adalah non-muslim. Memang ada ayat yang menyatakan, Hai orang yang beriman, janganlah kamu ambil teman kepercayaanmu orang-orang yang diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu.Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya (QS. Ali Imran [3]: 118).

Akan tetapi, larangan itu dikaitkan dengan sebabnya seperti terbaca diatas. Oleh karena itu pakar tafsir Rasyid Ridha menulis ketika menafsirkan ayat diatas, demikian: “Bahwa kemudahan yang diajarkan al-Quran inilah yang dipraktikkan oleh Umar bin Khaththab dengan menyerah kepemimpinan perkantoran pada orang-orang Romawi (yang bukan muslim ketika itu). Kebijakan serupa diambil oleh kedua khalifaf setelahnya (Ustman dan Ali ra.). Demikian juga yang diterapkan dinasti Abbasiyah dan pengauasa-penguasa muslim sesudah mereka. Yakni menyerahkan kepemimpinan tugas negara kepada orang Yahudi, Nasrani dan Budha. Kerajaan Utsmaniyah pun demikian, bahkan duta-duta besar dan perwakilan-perwakilannya diluar negeri kebanyakan dipegang oleh orang Nasrani.” Wallahu a’lam.

Obat Herbal Asmart menyediakan Hajar Jahanam Messir, Supertonik Madukuat, M-Biopro.
Pemesanan Hubungi:
0888 0253 6264 (smart)call/sms
7595 EE25 (pin BB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar