Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kita dapat menyaksikan wacana ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh umat.
Menurut psikolog, Widya Risnawaty, M.Psi, yang menyebakan suami tidak memiliki keinginan untuk bekerja ternyata ada dua faktor, fator internal dan faktor eksternal. Dari faktor internal adalah merasa tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki sehingga khawatir atau tidak percaya diri saat akan melamar pekerjaan, tidak senang diperintah oleh orang lain, tapi untuk melakukan wirausaha mungkin belum memiliki modal sendiri atau bahkan tidak cukup memiliki.
Memang memiliki sikap malas, tidak mau susah, ingin cepat mendapat hasil tanpa kerja keras. Mungkin juga memiliki trauma tertentu dengan pengalaman kerja sebelumnya atau sedang mengalami gangguan fungsi psikologis.
Sedangkan dari faktor ekternal adalah tawaran pekerjaan tidak sesuai dengan minat dan kemampuannya serta tawaran pekerjaan tidak sesuai dengan yang dia harapkan (posisi, gaji atau pendapatan)."Ciri-ciri calon suami yang nantinya setelah bekeluarga tidak memiliki keinginan untuk bekerja yaitu idealisme yang terlalu tinggi terhadap pekerjaan impiannya, sehingga kerap menolak kesempatan yang tidak sesuai. Berganti-ganti pekerjaan tanpa alasan yang jelas dan tidak didasari tujuan yang terarah," papar Widya.
Lebih lanjut Widya mengatakan, tampak tidak serius mencari lowongan pekerjaan, hanya menunggu orang lain menawari pekerjaan tanpa disertai usaha untuk memperluas jaringan itu sendiri. Terlihat kurang gigih dalam memperjuangkan segala sesuatu, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal.
Terkait hal ini, majalah Femina pernah mengadakan survei kecil-kecilan. Dan menemukan fakta bahwa dari 50 responden sekitar 10 orang mengaku memiliki kenalan perempuan karier yang cukup sukses (minimal posisinya manager) akan tetapi suaminya tidak bekerja. Padahal rata-rata suami mereka pernah bekerja sebelumnya. Namun, setelah kena PHK mereka tidak pernah 'bangkit lagi'. Ada satu responden yang suaminya kena PHK 10 tahun yang lalu. Selebihnya (9 responden) 'baru' menganggur sekitar 5-6 tahun lalu.
Menurut Adriana Ginanjar, Psikolog dan Konsultan Perkawinan, para suami pengangguran tersebut pada dasarnya tidak sepenuhnya malas. Namun, setelah berupaya dan tidak juga berhasil, mereka jadi sadar tidak akan bisa mengejar ketertinggalannya. Apalagi bila posisi istrinya sudah jauh melejit meninggalkan posisinya sebelum di-PHK.
"Akhirnya, mereka pun berdalih bahwa tugasnya adalah mendukung karier istri. Dan, karena secara finansial tidak ada masalah berarti, dalam arti perekonomian rumah tangga jalan terus, mereka jadi tidak terpacu lagi mencari pekerjaan. Mereka lebih suka menerima kondisi 'serba beres' dari istri," ungkap Adriana.
Mereka tidak merasa perlu mencari kerja atau menciptakan pekerjaan, karena, toh, semua kebutuhan keluarga sudah terpenuhi. Apalagi, dari pengamatan Adriana, perilaku suami yang keenakan mendompleng istri ini, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh keinginan perempuan untuk bebas mengejar karier.
Harus diakui, banyak perempuan yang tidak ingin suaminya mengekang atau mengatur langkahnya dalam mengaktualisasikan diri. Kesetaraan yang dicari oleh istri, tak jarang ditanggapi, bahkan 'dimanfaatkan' oleh para suami dengan menerapkannya di segala bidang. Termasuk dalam hal keuangan keluarga.
"Jadi jangan heran, bila suami masa kini tenang-tenang saja bila menjadi penganggur. Rasa malu karena tidak bisa menafkahi keluarga pun tidak lagi seberat dulu. Pada zaman dulu, begitu suami menganggur, otomatis nafkah keluarga ikut hilang," ungkap Adriana.
Yang bikin gemas, pola relasi suami istri tidak banyak berubah. Sikap dan pola pikir laki-laki pada umumnya belum bergeser. Meski tidak memiliki penghasilan, mereka tetap saja merasa sebagai kepala keluarga, dan tak ragu menuntut hak-haknya.
Jika sudah begitu, sebaiknya kita memberikan dorongan atau motivasi seperti diingatkan kembali pada peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Bangunkan kesadaran bahwa suami juga berperan dalam menghidupi dan menjaga keluarga. Diskusikan bersama-sama, dampak atau konsekuensi apa saja yang akan dialami oleh suami, dan keluarga jika dia tidak bekerja.
Buat bersama-sama tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga Anda. Bicarakan cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut (pada akhirnya melibatkan pesan bahwa suami juga harus berusaha untuk bekerja). Bisa juga dicoba dengan membuat daftar kebutuhan keluarga hingga jumlah nominal yang diperlukan. Lalu minta suami memberikan masukan, pendapat atau solusi bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.
"Bantu suami untuk mengenali apa alasan ia tidak ingin bekerja. Selama alasan itu masuk akal, maka dapat diupayakan solusinya. Jika alasan yang dikemukakan tidak masuk akal, maka cara berpikir yang kurang tepat tersebut perlu dikoreksi," pungkas Widya.
Nah, bagaimana jika ia masih "calon" suami? "Apakah pria seperti ini layak untuk dijadikan pasangan hidup? Itu semua sangat tergantung pada pribadi Anda," kata Vivien Gunawan, M.Psi., psikolog dari Universitas Indonesia. Ia memberi saran, bila tidak mempunyai telinga yang cukup lebar untuk mendengarkan keluh kesahnya, dan tidak memiliki kesabaran ekstra, sebaiknya lupakan saja dia.
Menurut psikolog, Widya Risnawaty, M.Psi, yang menyebakan suami tidak memiliki keinginan untuk bekerja ternyata ada dua faktor, fator internal dan faktor eksternal. Dari faktor internal adalah merasa tidak yakin dengan kemampuan yang dimiliki sehingga khawatir atau tidak percaya diri saat akan melamar pekerjaan, tidak senang diperintah oleh orang lain, tapi untuk melakukan wirausaha mungkin belum memiliki modal sendiri atau bahkan tidak cukup memiliki.
Memang memiliki sikap malas, tidak mau susah, ingin cepat mendapat hasil tanpa kerja keras. Mungkin juga memiliki trauma tertentu dengan pengalaman kerja sebelumnya atau sedang mengalami gangguan fungsi psikologis.
Sedangkan dari faktor ekternal adalah tawaran pekerjaan tidak sesuai dengan minat dan kemampuannya serta tawaran pekerjaan tidak sesuai dengan yang dia harapkan (posisi, gaji atau pendapatan)."Ciri-ciri calon suami yang nantinya setelah bekeluarga tidak memiliki keinginan untuk bekerja yaitu idealisme yang terlalu tinggi terhadap pekerjaan impiannya, sehingga kerap menolak kesempatan yang tidak sesuai. Berganti-ganti pekerjaan tanpa alasan yang jelas dan tidak didasari tujuan yang terarah," papar Widya.
Lebih lanjut Widya mengatakan, tampak tidak serius mencari lowongan pekerjaan, hanya menunggu orang lain menawari pekerjaan tanpa disertai usaha untuk memperluas jaringan itu sendiri. Terlihat kurang gigih dalam memperjuangkan segala sesuatu, sehingga hasil yang dicapai tidak maksimal.
Terkait hal ini, majalah Femina pernah mengadakan survei kecil-kecilan. Dan menemukan fakta bahwa dari 50 responden sekitar 10 orang mengaku memiliki kenalan perempuan karier yang cukup sukses (minimal posisinya manager) akan tetapi suaminya tidak bekerja. Padahal rata-rata suami mereka pernah bekerja sebelumnya. Namun, setelah kena PHK mereka tidak pernah 'bangkit lagi'. Ada satu responden yang suaminya kena PHK 10 tahun yang lalu. Selebihnya (9 responden) 'baru' menganggur sekitar 5-6 tahun lalu.
Menurut Adriana Ginanjar, Psikolog dan Konsultan Perkawinan, para suami pengangguran tersebut pada dasarnya tidak sepenuhnya malas. Namun, setelah berupaya dan tidak juga berhasil, mereka jadi sadar tidak akan bisa mengejar ketertinggalannya. Apalagi bila posisi istrinya sudah jauh melejit meninggalkan posisinya sebelum di-PHK.
"Akhirnya, mereka pun berdalih bahwa tugasnya adalah mendukung karier istri. Dan, karena secara finansial tidak ada masalah berarti, dalam arti perekonomian rumah tangga jalan terus, mereka jadi tidak terpacu lagi mencari pekerjaan. Mereka lebih suka menerima kondisi 'serba beres' dari istri," ungkap Adriana.
Mereka tidak merasa perlu mencari kerja atau menciptakan pekerjaan, karena, toh, semua kebutuhan keluarga sudah terpenuhi. Apalagi, dari pengamatan Adriana, perilaku suami yang keenakan mendompleng istri ini, sedikit banyak juga dipengaruhi oleh keinginan perempuan untuk bebas mengejar karier.
Harus diakui, banyak perempuan yang tidak ingin suaminya mengekang atau mengatur langkahnya dalam mengaktualisasikan diri. Kesetaraan yang dicari oleh istri, tak jarang ditanggapi, bahkan 'dimanfaatkan' oleh para suami dengan menerapkannya di segala bidang. Termasuk dalam hal keuangan keluarga.
"Jadi jangan heran, bila suami masa kini tenang-tenang saja bila menjadi penganggur. Rasa malu karena tidak bisa menafkahi keluarga pun tidak lagi seberat dulu. Pada zaman dulu, begitu suami menganggur, otomatis nafkah keluarga ikut hilang," ungkap Adriana.
Yang bikin gemas, pola relasi suami istri tidak banyak berubah. Sikap dan pola pikir laki-laki pada umumnya belum bergeser. Meski tidak memiliki penghasilan, mereka tetap saja merasa sebagai kepala keluarga, dan tak ragu menuntut hak-haknya.
Jika sudah begitu, sebaiknya kita memberikan dorongan atau motivasi seperti diingatkan kembali pada peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga. Bangunkan kesadaran bahwa suami juga berperan dalam menghidupi dan menjaga keluarga. Diskusikan bersama-sama, dampak atau konsekuensi apa saja yang akan dialami oleh suami, dan keluarga jika dia tidak bekerja.
Buat bersama-sama tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga Anda. Bicarakan cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut (pada akhirnya melibatkan pesan bahwa suami juga harus berusaha untuk bekerja). Bisa juga dicoba dengan membuat daftar kebutuhan keluarga hingga jumlah nominal yang diperlukan. Lalu minta suami memberikan masukan, pendapat atau solusi bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut.
"Bantu suami untuk mengenali apa alasan ia tidak ingin bekerja. Selama alasan itu masuk akal, maka dapat diupayakan solusinya. Jika alasan yang dikemukakan tidak masuk akal, maka cara berpikir yang kurang tepat tersebut perlu dikoreksi," pungkas Widya.
Nah, bagaimana jika ia masih "calon" suami? "Apakah pria seperti ini layak untuk dijadikan pasangan hidup? Itu semua sangat tergantung pada pribadi Anda," kata Vivien Gunawan, M.Psi., psikolog dari Universitas Indonesia. Ia memberi saran, bila tidak mempunyai telinga yang cukup lebar untuk mendengarkan keluh kesahnya, dan tidak memiliki kesabaran ekstra, sebaiknya lupakan saja dia.
Calon suami adalah calon kepala rumah tangga, selain menjaga istri dan anak, suami juga harus bisa mencari uang dengan cara yang baik. Suami adalah sosok pemimpin yang seharusnya bertindak dan berprilaku baik serta bertanggung jawab, namun terkadang ada juga suami yang malas bekerja.
Obat Herbal Asmart menyediakan M-Biopro (Miracle Of Probiotik), Supeertonik Madukuat,Hajar Jahanam, Propolis
Respon cepat Hubungi:
0888 0253 6264 (smart)call/sms
7595 EE25 (pin BBM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar